Permen PLTS Atap Berikan Kepastian Hukum dan Percepat Pengembalian Modal Investasi
Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah terkait pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap dapat mempercepat tingkat pengembalian investasi alias balik modal terhadap pengembangan pembangkit tersebut.
Menurut Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa, terbitnya Permen ESDM No 26/2022 tentang PLTS dapat mempengaruhi keekonomian menjadi lebih baik dibandingkan regulasi sebelumnya. Kendati begitu, dampak ini akan terlihat ketika regulasi tersebut sudah mulai dijalankan.
IESR dalam kajiannya mengungkapkan, perubahan nilai ekspor listrik dari 65% menjadi 100% dengan skema net-metering akan memperpendek masa pengembalian investasi dari yang awalnya di atas 10 tahun bisa dipercepat menjadi 7 – 8 tahun.
Selain itu, dia menyebut langkah ini memberikan kepastian hukum bagi pelanggan komersial dan industri (C&I) terutama dalam penghitungan keekonomian, aturan tersebut dinilai lebih baik. Diharapkan dengan keekonomian yang lebih baik dapat membuat tingkat adopsi PLTS Atap di berbagai sektor mulai dari rumah tangga, komersial hingga industri menjadi lebih baik.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kapasitas data PLTS Atap hingga Desember 2021 mencapai 48,79 megawatt peak (MWp) dengan total 4.794 pelanggan.
Sebagai informasi, pengembangan PLTS Atap akan mencapai 3,61 gigawatt pada 2025. Jumlah tersebut diproyeksi berasal dari sejumlah pelanggan yakni pemerintah 37,35 MW, sektor sosial 16,65 MW, rumah tangga 1,52 GW, kalangan bisnis 728,68 MW serta pemasangan di industri sebesar 1,30 GW.
Berikut sejumlah poin penting yang terdapat dalam Permen ESDM 26/2022.
1. ketentuan ekspor listrik menjadi 100 persen dan perpanjangan penihilan menjadi 6 bulan.
2. mekanisme pelayanan berbasis aplikasi dan layanan menjadi 5 hari dari sebelumnya 15 hari.
3. pelanggan PLTS Atap pemegang IUPTLU dapat melakukan perdagangan karbon.
4. perluasan tidak hanya bagi pelanggan PLN, tetapi juga pelanggan di wilayah usaha non PLN.
5. Terakhir, beleid ini turut membentuk pusat pengaduan sistem PLTS Atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas implementasi PLTS Atap.