Harga Material Bangunan Melambung, Rumah di Indonesia Semakin Mahal
Harga material bangunan terus melambung di penghujung tahun 2022. Kenaikan ini mempengaruhi semakin mahalnya harga rumah di Indonesia.
Harga material bangunan terpantau terus mengalami kenaikan di penghujung tahun 2022. Kenaikan ini tentunya mempengaruhi semakin mahalnya harga rumah di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) kelompok bangunan atau konstruksi mengalami kenaikan sebesar 0,37 persen (month-to-month) pada Desember 2022.
Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan bahwa IHPB Bangunan/Konstruksi mengalami kenaikan mencapai 117,17 per Desember 2022. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya tepatnya November 2022 yang berada di level 116,74.
Pada Desember 2022, Yuwono juga menyebut bahwa semua kelompok jenis bangunan mengalami kenaikan dibandingkan dengan Desember 2021.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Inflasi IHPB Bahan Bangunan/Konstruksi secara tahunan atau year on year (yoy) mengalami peningkatan sebesar 6,87 persen. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga komoditas dari tahun ke tahun.
Adapun komoditas yang mengalami kenaikan harga tertinggi, diantaranya adalah sebagai berikut :
– Solar dengan kenaikan sebesar 37,80 persen dan memberikan andil kepada inflasi sebanyak 1,83 persen.
– Semen dengan kenaikan sebesar 8,52 persen dan memberikan andil kepada inflasi sebesar 1,16 persen.
– Aspal dengan kenaikan sebesar 15,37 persen dan memberikan andil kepada inflasi sebesar 1,03 persen.
Selain itu, terdapat juga sejumlah komoditas yang mengalami penurunan yaitu besi beton dengan penurunan sebesar 3,85 persen dan memberikan andil kepada inflasi sebesar 0,48 persen. Kemudian rangka atap baja dengan penurunan sebesar 6,30 persen dan memberikan andil kepada inflasi sebesar 0,15 persen.
Kenaikan harga bahan bangunan ini telah lama dikeluhkan, khususnya oleh para pengembang rumah subsidi. Pasalnya, kenaikan ini menyebabkan para pengembang tidak dapat menyesuaikan inflasi tersebut dengan harga jual rumah.
Sebagai informasi, harga jual rumah subsidi belum mengalami penyesuaian selama lebih dari 3 tahun. Berbagai asosiasi pengembang telah mendorong pemerintah untuk menerbitkan harga terbaru namun belum ada komitmen pasti terkait hal tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah menjelaskan bahwa kondisi kenaikan harga bahan bangunan ini dipicu oleh melonjaknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kondisi kenaikan harga bahan bangunan ini menurunkan rasa optimisme pengembang di tahun 2022. Lantaran, pengembang menilai margin profit yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan.
Selain itu, hal ini juga membuat pasokan rumah subsidi dari anggota Apersi mengalami penurunan menjadi 69.652 unit di tahun 2022, dari yang sebelumnya mencapai 103.000 unit di 2021.
Meskipun demikian, Junaidi menyebut bahwa pihaknya menargetkan penjualan rumah subsidi akan kembali mencapai 100.000 unit pada tahun ini atau tahun 2023.
Optimisme ini tak hanya datang dari anggota Apersi, Optimisme tersebut juga datang dari sinyal pemerintah yang akan menerbitkan aturan terbaru soal harga jual rumah subsidi pada awal tahun 2023.
Rasa optimisme ini muncul bukan tanpa alasan karena jika harga jual meningkat, pengembang akan meningkatkan jumlah produksi rumah subsidi.