Diprediksi Picu Lonjakan Permintaan Trafo, Transisi PLTD ke EBT Datangkan Berkah Bagi Kontraktor Ketenagalistrikan

News

Pemerintah berencana mengkonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) melalui program dedieselisasi yang diperkirakan membutuhkan anggaran sekitar US$1,2 miliar atau setara dengan Rp17,96 triliun, kurs Rp14.969.

Rencana Konversi PLTD ini tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 PLN yang mengamanatkan pembangunan PLTS dengan kapasitas daya sebesar 1.219 MW melalui program dedieselisasi dengan kapasitas PLTD yang dapat dikonversi mencapai 499 MW dan ditargetkan commercial operation date (COD) atau beroperasi secara komersil paling lambat tahun 2025.

Selain tertuang dalam RUPTL 2021-2030 milik PLN, Program konversi pembangkit EBT itu juga masuk dalam pilar Green yang ada di PLN.

Rencana PLN tersebut diketahui telah ditetapkan sejak tahun lalu sebagai salah satu upaya untuk mendukung pemerintah mengurangi emisi karbon dan mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengungkapkan bahwa kebutuhan anggaran untuk bangun 1.219 MW PLTS yang diperkirakan senilai US$1,2 miliar ini diperoleh dengan asumsi bila biaya investasi 1 MWp PLTS adalah sekitar US$1 juta.

Berdasarkan hasil pemantauan Kementerian ESDM bersama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang dilansir dari bisnis.com disebutkan bahwa ada 37 MW yang tersebar di 36 lokasi yang telah masuk dalam tahap pengadaan.

Pada program dedieselisasi tahap pertama, terdapat 3 skema yang akan dikerjakan PLN yakni diantaranya yang pertama adalah PLTS Hybrid dengan total kapasitas PLTD sebesar 499 MW. Kemudian yang kedua, konversi PLTD ke pembangkit berbasis gas dengan total kapasitas mencapai 304 MW. Terakhir, perluasan jaringan dengan total kapasitas sebesar 1.070 MW.

Andriah menyebut program ini akan terus dikawal oleh Ditjen EBTKE dan Ditjen Ketenagalistrikan dengan melakukan fasilitasi untuk mencari solusi terhadap kendala-kendala yang muncul.

Pelaksanaan Transisi Energi yang dilakukan pemerintah ini memberikan berkah tersendiri bagi kontraktor ketenagalistrikan. Pasalnya, Karakteristik pembangkit listrik tenaga EBT yang diketahui memiliki kapasitas kecil akan membuat permintaan transformator meningkat.

Terlebih lagi dalam mengembangkan Pembangkit listrik EBT yang andal, dimana pada umumnya memiliki kapasitas kecil dan harus interkoneksi maka permintaan trafo dipastikan akan meningkat.

Ketua Umum Himpunan Kontraktor Ketenagalistrikan dan Mekanikal Indonesia Tjahjadi Aquasa, memproyeksikan kebutuhan transformator atau trafo listrik akan meningkat seiring dengan maraknya pembangkit listrik tenaga EBT di Tanah Air.

Back to top button