Kuala Lumpur Ungguli Jakarta dalam Dominasi Pencakar Langit Asia Tenggara
Di kawasan Asia Tenggara, dua ibu kota besar Jakarta (Indonesia) dan Kuala Lumpur (Malaysia) kerap menjadi bahan perbandingan.
Keduanya memainkan peran penting sebagai pusat ekonomi, pemerintahan, dan budaya di negara masing-masing.
Namun, ketika berbicara soal lanskap vertikal yakni jumlah dan tinggi gedung pencakar langit nampaknya Kuala Lumpur saat ini tampil lebih unggul secara signifikan dibandingkan Jakarta.
Meskipun Jakarta memiliki populasi yang jauh lebih besar, data dari Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH) menunjukkan bahwa Kuala Lumpur kini unggul secara signifikan dalam jumlah dan dominasi gedung pencakar langit.
Kuala Lumpur menduduki peringkat ke – 7 sebagai Kota Tertinggi di Dunia dan peringkat ke-5 di Asia berdasarkan jumlah pencakar langit yang telah selesai dibangun dengan tinggi 150 meter atau lebih. Dengan pencapaian ini, ibu kota Malaysia tersebut menempati posisi teratas di negaranya.
Sebaliknya, Jakarta berada di posisi ke-14 di Dunia dan ke-11 di Asia meski tetap menjadi kota tertinggi di Indonesia.
Berikut perbandingan data yang menunjukkan keunggulan Kuala Lumpur secara konkret :
Kuala Lumpur
- Peringkat Global (gedung 150m+): #7
- Peringkat Asia: #5
- Gedung 150m+ pertama: Menara KH (1983)
- Gedung tertinggi: Merdeka 118 (679 meter)
Jakarta
- Peringkat Global (gedung 150m+): #14
- Peringkat Asia: #11
- Gedung 150m+ pertama: Wisma 46 (1996)
- Gedung tertinggi: Autograph Tower (383 meter)
Selain itu, terdapat juga perbedaan paling mencolok yaitu terlihat dari gedung tertinggi yang dimiliki masing-masing kota.
Seperti di Kuala Lumpur (Malaysia), ada bangunan tertinggi kedua di dunia, Merdeka 118 yang berdiri megah setinggi 679 meter.
Angka ini hampir dua kali lipat dari Autograph Tower di Jakarta yang hanya 382,9 meter. Kesenjangan ketinggian ini mempertegas keunggulan Kuala Lumpur dalam pembangunan vertikal.
Kondisi ini dianggap sangat ironis karena kemajuan Kuala Lumpur dalam membangun gedung-gedung tinggi terjadi di tengah populasi yang jauh lebih kecil dibandingkan Jakarta.
Seperti diketahui, berdasarkan informasi yang dikutip dari beberapa sumber :
Jakarta
- Populasi: 10.770.487 jiwa
- Luas wilayah: 642 km²
- Kepadatan: 16.776 jiwa/km²
Kuala Lumpur
- Populasi: 1.982.112 jiwa
- Luas wilayah: 243 km²
- Kepadatan: 8.157 jiwa/km²
Dengan jumlah penduduk lima kali lipat lebih besar dan wilayah yang hampir tiga kali lebih luas, Jakarta secara teori harusnya memiliki potensi besar untuk tumbuh secara vertikal.
Namun kenyataannya, Kuala Lumpur telah bergerak lebih agresif dan konsisten dalam pembangunan gedung-gedung tinggi yang diduga sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan daya saing kota di tingkat global.
Hal ini menjadi fakta yang tidak terbantahkan apalagi jika melihat perkembangan dari tahun ke belakang tepatnya pada tahun 1983, dimana Kuala Lumpur telah memulai era vertikal lebih dini melalui pembangunan gedung 150 meter lebih (Menara KH) atau jauh lebih awal dibandingkan Jakarta yang baru memulainya pada 1996 melalui pembangunan Wisma 46 yang rampung pada tahun 1996.
Meskipun Jakarta hingga kini terus berbenah dengan proyek-proyek pencakar langit baru, data saat ini secara jelas memposisikan Kuala Lumpur sebagai pemimpin di Asia Tenggara dalam hal jumlah dan ketinggian gedung pencakar langit yang telah selesai.
Namun bagi Jakarta, posisi ini bukan akhir dari cerita. Justru menjadi tantangan sekaligus motivasi untuk terus mengembangkan lanskap perkotaannya agar dapat bersaing di tingkat regional dan global.














