Pemerintah dan PLN Akan Bangun 2 Unit Pembangkit Nuklir Berkapasitas 250 MW
Pemerintah bersama PT PLN (Persero) semakin menegaskan komitmennya untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Kehadiran PLTN dinilai penting sebagai sumber energi penyeimbang yang mampu menjamin keandalan sistem ketenagalistrikan nasional di tengah kebutuhan energi yang terus meningkat.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu menyampaikan bahwa pengembangan energi nuklir di Indonesia akan semakin terbuka apabila tiga prasyarat utama ini dapat terpenuhi.
Tiga prasyarat tersebut mencakup penerimaan masyarakat, kesiapan regulasi, serta kematangan teknologi.
Ia menjelaskan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) terbaru yang telah disetujui DPR RI, nuklir telah ditempatkan sebagai salah satu pilar penyeimbang energi.
Jisman menegaskan bahwa rencana pembangunan PLTN telah dicantumkan secara eksplisit dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034.
Berdasarkan dokumen tersebut, dua unit PLTN dengan kapasitas masing-masing 250 MW direncanakan akan dibangun.
Meski demikian, ia menekankan bahwa langkah ini tidak bisa dilakukan terburu-buru. Regulasi perlu disusun secara matang, organisasi Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO) harus segera dibentuk, dan keterlibatan BUMN dipastikan agar pengelolaan tetap berada di bawah kendali negara.
Dari sisi penyedia tenaga listrik, Direktur Teknologi, Enjiniring, dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi, menyebut bahwa energi nuklir merupakan solusi paling ideal untuk menjawab tantangan trilema energi, yaitu kebutuhan listrik yang andal, bersih, dan terjangkau.
Menurutnya, PLTN mampu menghadirkan pasokan listrik yang stabil seperti halnya pembangkit batu bara, namun dengan biaya produksi yang lebih efisien serta jauh lebih ramah lingkungan.
Sementara itu, Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Syaiful Bakhri, menilai bahwa pengelolaan limbah nuklir sebenarnya lebih sederhana dibandingkan pengolahan sampah rumah tangga skala besar, seperti yang ditangani di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang.
Ia menjelaskan dengan masa operasional hingga 40 tahun, luas lahan yang dibutuhkan untuk menyimpan limbah nuklir relatif kecil, bahkan sebanding dengan ukuran satu ruangan.
Syaiful menekankan bahwa bahan bakar bekas dari reaktor nuklir tidak sepenuhnya menjadi limbah. Hanya sekitar lima persen yang benar-benar habis terpakai, sementara 95 persen sisanya masih dapat didaur ulang dan digunakan kembali pada reaktor lain. Sisa material tersebut juga memiliki manfaat lain, antara lain untuk kebutuhan medis di rumah sakit, aplikasi industri, hingga iradiasi pangan.
Dengan berbagai perspektif tersebut, rencana pembangunan PLTN di Indonesia dipandang bukan hanya sebagai upaya menjawab kebutuhan energi, melainkan juga sebagai langkah strategis untuk menghadirkan sumber daya listrik yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing.





